Apa beda apresiasi film dan kritik film? Pertanyaan
semacam ini semakin hari semakin banyak saya dapatkan. Bukan hal yang salah
pertanyaan tersebut hadir, karena sebagian besar orang masih menganggap bahwa
karya film merupakan karya yang mahal atau hobi membuat film dikatakan hobi
yang mahal karena mahalnya biaya produksi film, maka apresiasi film menjadi
satu hal yang utama dari kritik film. Pun dengan alasan apresiasi film, lantas
kritik film menjadi sebuah hal yang haram diadakan bagi para pembuat film
pemula atau setidaknya yang tak lama menekuni hobi membuat film. Yang menjadi
pertanyaan berikutnya, kenapa kritik film itu penting?
Kritik film menjadi penting tatkala kita mampu
membedakannya dengan apresiasi film. Dalam ekosistem perfilman di Indonesia,
film dibagi menjadi 5 bagian utama, yakni produksi, distribusi, eksibisi,
apresiasi, dan kritik. Produksi merupakan tahap menciptakan film. Distribusi
berupa upaya menyebarkan atau membuka ruang untuk film itu dapat diputar.
Eksibisi merupakan sebuah ruang itu sendiri atau tempat untuk menayangkan film.
Apresiasi adalah kegiatan merayakan film, misalnya dalam bentuk Meet and Great, Awarding, Press Release atau kegiatan nonton bareng yang
diadakan oleh komunitas atau lembaga (pemutaran film). Kritik film juga dapat
disebut sebagai kajian film, yakni kegiatan yang mendasarkan pada rasionalitas
atau kegiatan menalar film.
Apresiasi film singkatnya adalah tentang “Selebrasi”.
Sedangkan, kritik film adalah mengenai “Penalaran”. Melihat keterhubungan
antara Film dan Penonton, maka dapat ditarik dua polah hubungan, yakni Film
sebagai Tontonan atau Film sebagai Kode. Berfikiran bahwa film sebagai produk
kesenian yang perlu diapresiasi atau diselebrasikan merupakan pandangan yang
sangat sempit dalam melihat film secara utuh atau pandangan tersebut
mendasarkan film hanya sebagai produk tontonan/hiburan. Tafsir kode/tanda dalam
film dapat diklasifikasikan menjadi 4 hal. Pertama,
“Sebagai Penonton” film dipengaruhi oleh pengetahuan, selera, ideologi, dan
pengalaman. Kedua, “Sebagai Analis”
diperlukan pengatahuan sinema atau pengetahuan dasar film dan pendekatan kritis
untuk menafsirkan kode/tanda dalam film. Ketiga,
“Film sebagai Teks” yakni didasarkan pada unsur intrinsik film dan elemen
sinematik untuk menafsirkannya. Terakhir, “Film sebagai Misi” yakni film memiliki muatan sebagai pesan, nilai dasar dan
representasi dari sesuatu hal.