Refrain; What They Dont Talk About; Tampan Tailor; Cinta Tapi Beda; Eiffel,
I’m in Love; Heart; LoVe; Claudia|Jasmine; 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta; Arisan!;
Cin(t)a; Catatan Akhir Sekolah; Perahu Kertas; Ada Apa Dengan Cinta? merupakan sederet contoh film Indonesia (baca: film panjang masuk bioskop) dengan
genre percintaan remaja. Sebetulnya tidak ada yang menyakiti mata saya dalam
melihat film-film bergenre cinta remaja tersebut, hal itu karena bisa
dipastikan bahwa pemainnya memiliki paras yang menarik bagi mata saya. Akan
tetapi, hal ini melahirkan permasalahan baru mengenai interpretasi cinta yang
hanya menjadi urusan pacar-pacaran, pernikahan, perselingkuhan, dan hal-hal
yang berbau dengan masa lalu saja. Maka, cinta itu harus biasa. Biasa pula
untuk menampilkan rasa cinta pada sesama manusia yang membutuhkan, membutuhkan
cinta yang sama pula? Oh, itu tentu.
Tapi yang tak kalah penting adalah cinta pada orang-orang yang berkekurangan di
sekitar kita, pemulung, anak jalanan, pengemis dan lainnya.
The Paperbag merupakan sebuah film pendek yang diproduksi
oleh Kata Pictures – sebuah Production House yang ada di Kota Malang – yang
baru saja dirilis. Film ini menceritakan tentang sepasang kekasih yang tengah
sibuk mempersiapkan pernikahan mereka. Di hari menjelang pernikahan mereka,
Biyan mendapatkan kabar bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Rio mengalami kecelakaan.
Di kisahkan karena Rio sedang membelikan Roti Canai, Rio pun tertinggal pesawat.
Hal inilah yang kemudian menjadi penyelamat Rio dalam kecelakaan pesawat
tersebut. Biyan pun akhirnya menikah dengan Rio. The Paperbag menggunakan logika penuturan tiga babak dengan pilihan
cerita percintaan remaja yang membuatnya semakin klise. Sebagai sebuah film
pendek, The Paperbag hanya seperti
film panjang yang berdurasi pendek pun seperti cerita FTV yang gaya
penceritaannya hampir selalu berakhir dengan sebuah kebahagiaan.
Sebenarnya apakah film pendek yang bergenre
percintaan remaja itu selalu salah? Tidak!
Saya akan bilang secara tegas. Lantas apakah yang salah dari genre percintaan
remaja tersebut? Yang salah adalah bahwa genre film itu tak selalu percintaan
remaja. Tidak lantas karena alasan penonton yang ingin dibidik menjadi sebuah
kambing hitam untuk memproduksi sebuah film yang dikatakan pop bangetlah atau cerita-cerita tentang remaja. Yang diperlukan
dari pembuat film sesungguhnya adalah eksplorasi terhadap kekaryaannya.
Sehingga tidak berdiri di titik nyamannya saja, namun dapat mengasilkan sebuah
karya yang lebih memiliki nilai di masyarakat.
Lalu, hal-hal apakah yang menonjol dalam film
The Paperbag ini? Apabila dicermati
dalam sepanjang film ada sebuah produk elektronik dari Apple yang digunakan sebagai properti The Paperbag. Hal ini menjadikan The Paperbag seperti sebuah iklan film dari Apple. Yang kemudian selalu menjadi pertanyaan adalah apa
rasionalitas penggunaan properti dari produk Apple tersebut yang
berdasarkan merek dan citranya? Adalah hal yang irasional memakai barang
berdasarkan merek dan citranya. Penggunaan properti tersebut menggambarkan
sebuah kaum borjuasi dengan kehidupannya. Lantas bermanfaat apa film seperti
itu pada hari ini, kecuali sebagai sebuah hiburan dan angan-angan yang tak
pernah diinterpretasikan ulang. Hanya sebagai sebuah reduksi dari budaya asing
yang tidak diintegrasikan dengan kebutuhan dalam isu-isu sosial politik dalam
film tersebut.
Film pendek memiliki potensi daripada
kesterilannya terhadap budaya asing yang banyak memperngaruhi film-film panjang
di atas. Penggunaan genre percintaan remaja dalam film panjang Indonesia
kerapkali mengambil budaya asing yang di Indonesiakan. Misalnya penggunaan
coklat, bunga, boneka, pun perhiasan sebagai media untuk menyampaikan perasaan.
Hal-hal tersebut dengan mudah ditemukan dalam film panjang Indonesia. Inilah
yang disebut oleh Philip Cheah sebagai sebuah globalisasi film. Film pendek
memiliki potensi menjadi sebuah media yang bebas dari globalisasi film tersebut
dan memiliki kekayaan konten dalam film. Pun agar logika ekonomi pasar dalam
film tidak mengancam keberagaman budaya dalam film pendek yang terglobalisasi. The Paperbag merupakan salah satu dari
film yang muncul sebagai sebuah produk atas pengaruh globalisasi film ini.
Konten dalam film yang memuat properti yang ditampilkan dan konsep penceritaan
film The Paperbag ini menunjukkan
adanya pengaruh ekonomi pasar film tersebut. Akulturasi ini menghilangkan
potensi film pendek yang bebas nilai, baik nilai lokalitas budaya maupun
logika-logika di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar